Artikel review dari penelitian yang berjudul Responses of Arabica coffee (Coffea arabica L. var. Catuaí) cell suspensions to chemically induced mutagenesis and salinity stress under in vitro culture conditions
Peneliti: Alejandro Bolívar-González, Marta Valdez-Melara, Andrés Gatica-Arias
Publikasi pada jurnal Q2: In Vitro Cellular & Developmental Biology – Plant; Volume 54, pages 576–589, (2018)
DOI: 10.1007/s11627-018-9918-x



Sepdian Luri Asmono
Program Studi Doktor Ilmu Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Jember


PENDAHULUAN: Ancaman tanah salin pada tanaman kopi

Kopi Arabika (Coffea arabica L.) itu bukan cuma sekadar minuman biasa, tapi juga komoditas perkebunan yang super penting. Bayangkan, jutaan petani menggantungkan hidupnya dari kopi ini, dan ekonomi dunia pun ikut berputar karena kopi. Data dari ICO tahun 2016 menunjukkan bahwa lebih dari 150 juta karung kopi diperjualbelikan setiap tahunnya.

Tapi, dibalik kesuksesan itu, kopi Arabika sedang menghadapi masalah besar: perubahan iklim. Riset dari Ovalle-Rivera di tahun 2018 meramalkan kalau kenaikan suhu dan hujan yang jadi enggak menentu bakal bikin lahan yang cocok untuk menanam kopi berkurang sampai 50% di tahun 2050. Salah satu bahaya terbesar yang muncul adalah peningkatan salinitas, alias kadar garam yang makin tinggi di tanah pertanian. Kondisi ini bisa terjadi karena terus-menerus memakai pupuk kimia. Akibatnya fatal buat tanaman kopi. Garam itu bikin tanaman susah menyerap air dan nutrisi esensial yang penting buat tumbuh. Akhirnya, pertumbuhan terhambat, produktivitas menurun, dan kualitas biji kopi pun jadi kurang bagus. Penumpukan ion garam, terutama NaCl, bisa menyebabkan stres osmotik (semacam "kehausan" di level sel), ketidakseimbangan ion, bahkan sampai merusak sel-sel tanaman.

Mengingat betapa rentannya kopi Arabika terhadap masalah lingkungan dan penyakit (seperti penyakit karat daun kopi), maka mengembangkan varietas kopi yang toleran salinitas jadi keharusan demi menjaga keberlanjutan produksi, terutama di daerah pesisir dan lahan yang kondisinya kurang ideal. Biasanya, untuk mendapatkan sifat tahan penyakit atau tahan garam ini, kita melakukan pemuliaan konvensional (kawin silang tanaman). Tapi, cara ini seringkali makan waktu sangat lama dan terkendala oleh terbatasnya keragaman genetik alami yang bisa dimanfaatkan. Karena itulah, pendekatan bioteknologi, seperti mutagenesis (membuat perubahan genetik secara sengaja) dan seleksi in vitro (memilih tanaman yang unggul di dalam laboratorium), jadi sangat penting untuk menciptakan tanaman kopi yang tahan terhadap cekaman salinitas atau kadar garam tinggi.

PENDEKATAN BIOTEKNOLOGI UNTUK MENDAPATKAN KOPI SUPERIOR

Kultur in vitro, atau yang lebih dikenal sebagai kultur jaringan tanaman, terutama yang menggunakan suspensi sel (sel-sel tanaman yang dibiakkan dalam bentuk cairan), menawarkan cara yang sangat efektif untuk menguji dan memilih sifat-sifat unggulan secara besar-besaran dan dalam waktu yang relatif singkat. Dengan teknik ini, kita bisa memilih sel-sel yang tahan terhadap kondisi sulit tertentu, misalnya kondisi tanah yang terlalu asin (tinggi salinitas).

Selain itu, ada juga mutagenesis, yaitu proses memicu perubahan pada gen tanaman. Teknik ini terbukti ampuh untuk menciptakan variasi genetik baru. Senyawa kimia seperti etil metana sulfonat (EMS) dan natrium azida (NaN3) bisa memicu mutasi pada DNA tanaman. Harapannya, mutasi ini bisa menghasilkan tanaman yang lebih tahan terhadap tekanan atau kondisi lingkungan yang ekstrem.

Hal yang paling menjanjikan adalah ketika kita menggabungkan mutagenesis dengan seleksi in vitro di bawah kondisi stres salinitas. Ini adalah strategi yang sangat potensial untuk mengembangkan varietas kopi yang lebih adaptif dan bisa bertahan menghadapi perubahan iklim. Contohnya, riset dari Bolívar-González dkk. pada tahun 2018 secara khusus meneliti pendekatan ini pada kopi Arabika varietas Catuaí. Ini adalah salah satu varietas kopi yang sangat penting dalam budidaya kopi global. Dengan kombinasi dua teknik canggih ini, kita punya harapan besar untuk memastikan kopi Arabika tetap bisa dinikmati di masa depan.

METODE MUTASI GEN DAN SELEKSI TANAMAN KOPI SUPERIOR

Sebuah penelitian keren dari Bolívar-González dkk. (2018) ini punya metode terintegrasi, mulai dari kultur in vitro (budidaya di laboratorium) sampai analisis genetik, untuk mencapai tujuan besar: menemukan kopi yang superior tahan cekaman salinitas.

1. Melakukan Kultur Sel Kopi Arabika
Langkah awalnya itu krusial banget. Mereka berhasil menciptakan sel embrio (cikal bakal tanaman) dari daun kopi Arabika varietas Catuaí dan membudidayakannya jadi kultur sel. Sistem suspensi sel ini (sel-sel yang dibiakkan dalam cairan) sangat penting karena jadi "bahan baku" genetik yang pas untuk menguji banyak sel sekaligus dan memilih yang terbaik secara efisien.

2. Uji Sel Hidup dan Mati menggunakan TTC
Agar tahu bagaimana sel merespons perlakuan mutasi dan tekanan, penting sekali untuk mengukur apakah sel itu masih "hidup" atau tidak. Mereka pakai uji trifenil tetrazolium klorida (TTC). Sederhannya uji ini bikin sel hidup yang aktif jadi berwarna merah. Kondisi terbaik untuk pengujian ini adalah di suhu 37°C selama 24 jam supaya warna merahnya paling jelas. Ini jadi indikator yang baik untuk melihat kelangsungan hidup sel setelah berbagai perlakuan..

3. Meracik Dosis Mutagen yang Pas
Salah satu tantangan dalam mutagenesis (membuat perubahan genetik) adalah menemukan dosis bahan kimia yang tepat. Dosisnya harus bisa memicu mutasi (perubahan gen) tanpa bikin sel-sel mati massal. Penelitian ini berhasil menentukan "dosis mematikan separuh" (LD50) untuk NaN3 sebesar 5 mM (selama 15 menit pada pH 3.0) dan untuk EMS sebesar 185.2 mM (selama 120 menit). Dosis "subletal" (di bawah dosis mematikan) ini ideal untuk memicu perubahan DNA yang berpotensi menghasilkan sifat-sifat baik, seperti tahan terhadap tekanan lingkungan, tanpa harus kehilangan sebagian besar sel yang mau kita seleksi.

4. Uji Ketahanan Terhadap Garam dan Efek Mutasi
Sel-sel embrio yang sudah dimutasi dengan dosis LD50 tadi kemudian ditanam pada media in vitro yang mengandung berbagai tingkat konsentrasi garam (NaCl). Tujuannya adalah mencari tahu berapa konsentrasi garam yang pas untuk seleksi dan melihat bagaimana perlakuan mutasi memengaruhi pembentukan embrio baru di bawah tekanan garam.

Hasilnya, pembentukan embrio dari sel kontrol (yang tidak dimutasi) menurun drastis seiring dengan makin tingginya konsentrasi garam. Ini membuktikan betapa sensitifnya kopi Arabika terhadap garam. Konsentrasi 50 mM NaCl dipilih sebagai yang optimal, karena pada konsentrasi ini, beberapa embrio masih bisa terbentuk, sehingga kita bisa memilih yang punya sifat tahan garam.

5. Mengamati Respons di Tingkat Tanaman Muda (Planlet)
Pengujian pada fase planlet (tanaman kopi kecil dalam botol yang sudah punya daun dan akar) itu penting banget untuk memastikan hasil seleksi di tingkat sel memang valid. Pertumbuhan planlet kontrol sangat terganggu oleh 100 mM NaCl. Namun, planlet yang berasal dari sel mutan tidak menunjukkan perbedaan pertumbuhan atau jumlah tunas yang signifikan dibanding kontrol, baik dengan atau tanpa garam.

6. Kandungan Asam Amino
Perubahan jumlah total asam amino sebagai respons terhadap tekanan garam adalah indikator biokimia penting tentang bagaimana tanaman menanggapi stres. Penelitian ini menemukan bahwa beberapa mutan memiliki tunas yang lebih panjang dan kandungan asam amino yang lebih tinggi dibandingkan kontrol pada kondisi garam. Asam amino bisa berfungsi sebagai "pelindung" (osmolit) yang menjaga protein dan membran sel dari kerusakan akibat tekanan garam. Ini jadi bukti biokimia yang kuat bahwa mutan-mutan ini punya potensi ketahanan yang meningkat.

7. Deteksi Perbedaan Genetik dengan RAPD
Analisis RAPD (singkatan dari Random Amplified Polymorphic DNA) berhasil memastikan bahwa perlakuan dengan NaN3 dan EMS memang menciptakan variabilitas genetik (perbedaan genetik) pada kultur suspensi sel kopi Arabika. Sebanyak 22% dari 50 pita DNA yang dihasilkan menunjukkan polimorfisme (perbedaan bentuk), menandakan adanya perubahan pada genom (seluruh materi genetik). Keberhasilan menciptakan variasi genetik ini adalah prasyarat fundamental (syarat dasar yang harus ada) untuk program pemuliaan mutasi di masa depan.

IMPLIKASI DAN HARAPAN DI MASA DEPAN

Penelitian Bolívar-González et al. 2018 membuka jalan bagi pengembangan varietas kopi Arabika yang lebih toleran terhadap salinitas. Hal ini sangat penting mengingat peningkatan salinitas lahan pertanian. Pendekatan kombinasi mutagenesis dan seleksi in vitro menawarkan jalur yang lebih cepat dan efisien dibandingkan metode pemuliaan konvensional yang memakan waktu lama. Seleksi pada tingkat seluler memungkinkan penyaringan jutaan sel dalam waktu singkat, mempercepat identifikasi individu yang berpotensi memiliki sifat unggul. Mutagenesis kimia terbukti efektif dalam menciptakan variasi genetik baru pada genom kopi, yang merupakan bahan baku penting untuk pemuliaan. Penelitian ini juga memberikan informasi penting tentang protokol dasar untuk seleksi in vitro berbasis cekaman lingkungan, yang dapat diaplikasikan pada spesies tanaman lain.

Secara bioteknologi, penelitian ini memvalidasi efektivitas sistem kultur suspensi sel kopi Arabika sebagai model yang layak untuk studi fungsional dan seleksi sifat, berpotensi untuk aplikasi bioteknologi lainnya seperti produksi metabolit sekunder atau transformasi genetik. Metodologi yang dikembangkan untuk seleksi toleransi salinitas juga berpotensi diadaptasi untuk menyeleksi toleransi terhadap cekaman abiotik lainnya seperti kekeringan, suhu ekstrem, atau kekurangan nutrisi.

Dengan mengembangkan varietas kopi yang lebih tahan terhadap salinitas, penelitian ini berkontribusi pada upaya global untuk menjaga keamanan pangan dan keberlanjutan pertanian di tengah perubahan iklim. Kopi yang toleran salinitas dapat membantu mempertahankan area tanam yang ada atau memperluas budidaya kopi ke lahan yang sebelumnya dianggap marginal, serta diharapkan mampu mempertahankan produktivitas dan kualitas biji kopi di lingkungan yang semakin ekstrem. Hal ini pada gilirannya dapat meningkatkan pendapatan petani kopi dan stabilitas rantai pasok global.

Sumber : Responses of Arabica coffee (Coffea arabica L. var. Catuaí) cell suspensions to chemically induced mutagenesis and salinity stress under in vitro culture conditions Peneliti: Alejandro Bolívar-González, Marta Valdez-Melara, Andrés Gatica-Arias Jurnal: In Vitro Cellular & Developmental Biology – Plant-DOI: 10.1007/s11627-018-9918-x

Posted by Sepdian Luri A on Thursday, June 12, 2025
categories: | edit post

1 Responses to STRATEGI BIOTEKNOLOGI UNTUK KOPI ARABIKA TAHAN SALINITAS

  1. ok pak

     

Post a Comment

About The Author

Sepdian Luri A
View my complete profile

Visitors

Followers

Pagerank

Popular Posts