Secara umum, prinsip dasar kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang dilakukan di tempat steril. Menurut Yusnita (2004), kultur jaringan didefinisikan sebagai usaha mengisolasi, menumbuhkan, memperbanyak dan meregenerasikan protoplas (bagian hidup dari sel), atau bagian tanaman seperti meristem, tunas, daun muda, batang muda, ujung akar, kepala sari, dan bakal buah dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri dan bergenerasi menjadi tanaman lengkap.
Teknik kultur jaringan merupakan alternatif perbanyakan tanaman jabon yang sangat efektif menghasilkan bibit berkualitas dalam jumlah banyak dengan waktu relatif singkat. Keuntungan menggunakan teknik kultur jaringan diantaranya adalah untuk memperbanyak tanaman tertentu yang sulit atau lambat diperbanyak secara konvensional, memerlukan waktu yang singkat untuk mendapatkan bibit yang banyak, tidak memerlukan tempat yang luas, dapat dilakukan sepanjang tahun tanpa tergantung musim, bibit yang dihasilkan lebih sehat dan memungkinkan dilakukannya manipulasi genetik (Yusnita, 2004). Secara umum, ada beberapa kendala yang sering dihadapi dalam kultur jaringan tanaman berkayu, yaitu : a). Keberhasilan teknik ini pada jenis tanaman tersebut masih rendah sehingga aplikasinya masih terbatas pada jenis tanaman tertentu saja, b). Kapasitas regenerasi menurun bila sering dilakukan pembaharuan, c). Penurunan integritas genetik pada bibit yang dihasilkan, d). Persentase keberhasilan aklimatisasi pada tanaman tahunan berkayu relatif masih rendah, dan e). Adanya patogen internal yang sulit dihilangkan (Hendaryono dan Wijayani, 1994).
Metode kultur yang sering diterapkan dalam kultur jaringan jabon adalah kultur pucuk menggunakan tunas yang mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral). Menurut George et al. (2008), teknik kultur dengan menggunakan tunas aksilar paling banyak digunakan karena metode ini paling efektif dan memiliki keberhasilan tinggi untuk perbanyakan tanaman. Metode ini juga merupakan metode yang paling banyak diterapkan untuk produksi masal tanaman kayu (Lineberger, 1980). Tujuan dari kultur pucuk adalah perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas atau cabang-cabang aksilar. Proses penggandaan tunas sangat tergantung pada konsentrasi zat pengatur tumbuh sitokinin pada media kultur (Iliev et al., 2010). Tunas-tunas yang berhasil tumbuh dapat di subkultur atau diperbanyak lagi atau dapat diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi in vivo.
Penelitian kultur jaringan untuk tanaman jabon belum banyak dipublikasi, akan tetapi ada beberapa peniliti yang telah melakukan kultur jaringan tanaman jabon. Apurva dan Thakur (2009) yang telah berhasil membentuk embrio somatik dan induksi akar dari kalus jabon dengan menggunakan media MS + KIN (23.2 μM) + NAA (2.7 μM) dan air kelapa (15%), selain itu Kavita et al. (2009) juga telah melakukan induksi tunas menggunakan eksplan tunas apikal dan nodul dari pohon jabon dan melaporkan bahwa dengan penggunaan MS+ BAP dengan konsentrasi tinggi (2,5; 5,0 dan 10 mg/l) terjadi peningkatan jumlah tunas per eksplan, akan tetapi pemanjangannya terhambat. Maharia dan Setiawan (2010), juga telah melakukan induksi tunas jabon dengan manggunakan media MS+ BAP 1 mg/l.