a. Zat Pengatur Tumbuh
Zat pengatur tumbuh adalah persenyawaan organik selain dari nutrient yang dalam jumlah yang sedikit ( 1mM) dapat merangsang, menghambat, atau mengubah pola pertumbuhan dan perkembangan tanaman ( Moore, 1979 dalam Gunawan, 1992). Zat pengatur tumbuh (ZPT) dalam kultur jaringan diperlukan untuk mengendalikan dan mengatur pertumbuhan kultur tanaman. Zat ini mempengaruhi pertumbuhan dan morfogenesis dalam kultur sel, jaringan, dan organ. Jenis dan konsentrasi ZPT tergantung pada tujuan dan tahap pengkulturan. Secara umum, zat pengatur tumbuh yang digunakan dalam kultur jaringan ada tiga kelompok besar, yaitu auksin, sitokinin, dan giberelin.
Auksin digunakan secara luas dalam kultur jaringan untuk merangsang pertumbuhan kalus, akar, suspensi sel dan organ (Gunawan, 1992; 49) Contoh hormon kelompok auksin adalah 2,4 Dikloro Fenoksiasetat ( 2,4-D), Indol Acetid Acid (IAA), Naftalen Acetid Acid (NAA), atau Indol Buterik Asetat (IBA). Golongan sitokinin berperan untuk menstimulus pembelahan sel dan merangsang pertumbuhan tunas pucuk .Menurut Gunawan, 1992; 52 golongan ini sangat penting dalam pengaturan pembelahan sel dan morfogenesis. Sitokinin yang biasa digunakan dalam kultur jaringan adalah kinetin, ziatin, benzilaminopurin (BAP). Dan giberelin untuk diferensiasi atau perbanyakan fungsi sel, terutama pembentukan kalus. Hormon kelompok giberelin adalah GA3, GA2, dan GA1.
Penggunaan hormon tersebut harus tepat dalam perhitungan dosis pemakaian, karena jika terlalu banyak maupun terlalu sedikit dari dosis yang diperlukan justru akan menghambat bahkan mematikan tanaman kultur. Karena interaksi antar hormon dalam suatu media sangat berpengaruh dalam diferensiasi sel.
b. Unsur Hara Makro dan Mikro dalam Media Kultur Jaringan
Kebutuhan nutrisi mineral untuk tanaman yang dikulturkan secara in-vitro pada dasarnya sama dengan kebutuhan hara tanaman yang ditumbuhakn di tanah. Unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman di lapangan merupakan kebutuhan pokok yang harus tersedia dalam media kultur jaringan. Antara lain adalah unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur-unsue hara tersebut diberikan dalam bentuk garam-garam mineral. Komposisi media dan perkembangannya didasarkan pada pendekatan masing-masing peneliti ( Gunawan, 1992; 44).
Unsur hara makro adalah hara yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah yang banyak. Hara makro tersebut meliputi, Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Kalsium (Ca), Sulfur (S), Magnesium (Mg), dan Besi (Fe). Kegunaan unsur hara makro tersebut dalam kultur jaringan menurut Qosim, 2006;3 dalam Sukarasa, 2007; 21adalah sebagai berikut :
  1. Nitrogen (N) diberikan dalam bentuk NH4NO3, NH2PO4, NH2SO4. Berfungsi untuk membentuk protein, lemak, dan berbagai senyawa organik lain, morfogenesis (pertumbuhan akar dan tunas), pertumbuhan dan pembentukan embrio, pembentukan embrio zigotik dan pertumbuhan vegetatif.
  2. Fosfor (P), diberikan dalam bentuk KH2PO. Berfugsi untuk metabolisme energi, sebagai stabilitor membran sel, pengaturan metabolisme tanaman, pengaturan produksi pati/ amilum, pembentukan karbohidrat, sangat penting dalam transfer energi, protein, dan sintesis asam amino serta konstribusi terhadap struktur dan asam nukleat.
  3. Kalium (K), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2. Berfungsi untuk pemanjangan sel tanaman, memperkuat tubuh tanaman, memperlancar metabolisme dan penyerapan makanan, ion kalsium ditransfer secara cepat menyebrangi membran sel dan mengatur pH dan tekanan osmotik di antara sel.
  4. Kalsium (Ca), diberikan dalam bentuk CaCl2.2H2O. Berfungsi untuK merangsang bulu-bulu akar, penggandaan atau perbanyakan sel dan akar, pembentukan tabung polen, dinding dan membran sel lebih kuat, tahan terhadap serangan patogen, mengeraskan batang, memproduksi cadangan makanan.
  5. Sulfur (S). Berfungsi dalam berbagai reaksi-reaksi reduksi oksidasi.
  6. Magnesium (Mg), diberikan dalam bentuk MgSO4.7H2. Berfungsi untuk meningkatkan kandungan fosfat, pembentukan protein.
  7. Besi (Fe), diberikan dalam bentuk Fe2(SO4)3;FeSO4.7H2. Berfungsi untuk membantu asilmilasi nitrogen.
Unsur hara mikro adalah hara yang dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit. Unsur hara mikro ini merupakan komponen sel tanaman yang penting dalam proses metabolisme dan proses fisioligi lainnya (Gunawan, 1992; 46). Unsur hara mikro tersebut diantaranya adalah :
1. Klor (Cl), diberikan dalam bentu KI
2. Mangan (Mn), diberikan dalam bentuk MnSO4.4H2O
3. Tembaga (Cu), diberikan dalam bentuk CuSO4.5H2O
4. Kobal (CO), diberikan dalam bentuk CoCl2.6H2O
5. Molibdenun (Mo), diberikan dalam bentuk NaMoO4.2H2O
6. Seng (Zn), diberikan dalam bentuk ZnSO4.4H2O
7. Boron (B), diberikan dalam benruk H3BO3
c. Vitamin dan Bahan Organik Lain
Vitamin yang paling sering digunakan dalam media kultur jaringan tanaman adalah thiamine (vitamin B1), nicotinic acid (niacin), pyridoxine (vitamin B6). Thiamine merupakan vitamin yang esensial dalam kultur jaringan tanaman karena thiamine mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan sel. Vitamin C, seperti asam sitrat dan asam askorbat, kadang-kadang digunakan sebagai antioksidan untuk mencegah atau mengurangi pencoklatan atau penghitaman eksplan.
Mio-Inositol atau meso-insitol merupakan heksitol (gula alkohol berkarbon 6) sering digunakan sebagai salah satu komponen media yang penting, karena terbukti merangsang pertumbuhan jaringan yang dikulturkan (Yusnita, 2004;58).

d. Asam-asam amino
Dalam media kultur jaringan, asam amino merupakan sumber nitrogen organik. Namun sumber N organik ini jarang ditambahkan dalam media kultur jaringan, karena sumber sumber nitrogen utamanya sudah tersedia dari NO3- dan NH4+. Asam amino yang sering digunakan adalah glisin, lysin dan threonine. Penambahan glisin dalam media dengan konsentrasi tertentu dapat melengkapi vitamin sebagai sumber bahan organik (Yusnita, 2004; 59)
e. Sumber Energi : Karbohidrat
Gula digunakan sebagai sumber energi dalam media kultur, karena umumnya bagian tanaman atau eksplan yang dikulturkan tidak autotrof dan mempunyai laju fotosintesis yang rendah. Oleh sebab itu tanaman kultur jaringan membutuhkan karbohidart yang cukup sebagai sumber energi. Menurut Gautheret dalam Gunawan, 1992; 56 mendapatkan sukrosa adalah sumber karbohidrat penghasil energi yang terbaik melebihi glukosa, maltosa, rafinosa. Namun jika tidak terdapat sukrosa, sumber karbohidrat tersebut dapat digantikan dengan gula pasir. Gula pasir cukup memenuhi syarat untuk mendukung pertumbuhan kultur. Selain sebagai sumber energi, gula juga berfungsi sebagai tekanan osmotik media (Gunaman; 1992; 56)
f. Bahan Pemadat Media
Eksplan yang dikulturkan harus selalu bersinggungan atau terkena dengan medianya, tetapi tidak tenggelam sehingga aerasinya baik. Media kultur dapat berbentuk cair maupun padat. Jika media tersbut berbentuk cair, kultur harus selalu digoyangkan. Karena jika tidak digoyang dengan mengunakan shaker, eksplan akan tenggelam seluruhnya, sehingga kondisi anaerobik dapat menyebabkan kematian. Namun jika medianya padat, diperlukan bahan pemadat media (Yusnita, 2004; 60). Bahan pemadat media yang paling banyak digunakan adalah agar-agar. Agar adalah campuran polisakarida yang diperoleh dari beberapa spesies algae. Dalam analisa unsur, diperoleh data bahwa agar-agar mengandung sedikit unsur Ca, Mg, K, dan Na (Debergh, 1982 dalam Gunawan, 1992; 57).
Keuntungan dari pemakaian agar-agar adalah :
1. Agar-agar membeku pada suhu 45° C dan mencair pada suhu 100° sehingga dalam kisaran suhu kultur, agar-agar akan berada dalam keadaan beku yang stabil.
2. Tidak dicerna oleh enzym tanaman
3. Tidak bereaksi dengan persenyawaan-persenyawaa penyusun media.
Umumnya agar dapat membentuk gel pada suhu 40 - 45°C dengan titik cair 80 - 100°C. Kekerasan media pada umumnya meningkat secara linier pada pertambahan konsentrasi agar-agar. Kekerasan dipengaruhi oleh (Gunawan, 1992; 57) :
1. Jenis agar-agar yang dipakai. Merek agar-agar yang berbeda, memberikan kekerasan yang sedikit berbeda pada berat yang sama.
2. pH media.
Selain agar-agar, bahan pemadat media yang semakin banyak disukai adalah Gelrite TM (buatan Kelco). Gelrite adalah gellam gum, suatu hetero-polisakarida yang dihasilkan bakteri Pseudomonas elodea, terdiri dari molekul-molekul K-glukuronat, rhamnosa, dan selobiosa.
Sebagai bahan pemadat media gelrite memiliki sifat-sifat yang menguntungkan sebagai berikut :
1. Gelnya lebih jernih
2. Untuk memadatkan media dibutuhkan lebih sedikit daripada agar, sekitar 1,5 -3 g/l.
3. Lebih murni dan konsisten dalam kualitas
4. Untuk mencapai kekerasan gel tertentu, pemakaian gelrite lebih rendah dari agar-agar, pada umumnya 2gr/l media. Namun kekerasan gel dari gelrite sangat dipengaruhi oleh kehadiran garam-garam seperti NaCl, KCl, MgCl2.6H2O dan CaCl2. Garam NaCl dan KCl menurunkan kekerasan gel, tetapi MgCl2 dan CaCl2 meningkatkan kekerasan gel (Gunawan, 1992; 57 )
Salah satu kelemahan Gelrite adalah cenderung menaikkan kelembaban nisbi (RH) dalam kultur, sehingga sering menyebabkan terjadinya verifikasi. Gelrite jarang digunakan untuk produksi planlet secara komersial terutama di Indonesia karena harganya mahal (Yusnita, 2003; 62).
g. Akuades
Kultur yang kurang berhasil, kadang-kadang disebabkan oleh pemakaian air yang kurang murni (Wetherel, 1976; 54). Tidak boleh sembarang air dapat digunakan untuk membuat media kultur. Contohnya air sumur atau air ledeng, dalam air tersebut mengandung banyak kontaminan, bahan inorganik, organik, atau mikroorganisme. Air yang digunakan untuk membuat media harus benar-benar berkualitas tinggi, karena air maliputi lebih adari 95% komponen media. Terhambatnya pertumbuhan tanaman yang dikulturkan dapat disebabkan oleh rendahnya kualitas air yang digunakan. Untuk menghindari hal tersebut, maka sebaiknya digunakan air yang telah dimurnikan atau yang sering kita sebut air destilata (akuades) atau air destilata ganda (akuabides). Dengan alasan ini, sebaiknya sebuah laboratorium kultur jaringan layaknya mempunyai alat penyulingan air (water destilator ) atau setidaknya alat pembuat air bebas ion (deionizer). Cara kerja destilator dalam menghasilkan air destilata adalah dengan cara mengubah air menjadi uap air, kemudian mengkondensasikan uap air tersebut. Maka, jadilah air destilata yang tidak lagi berisi mineral atau senyawa organik (Yusnita, 2004; 57).
h. pH Media
Keasaman (pH) adalah nilai yang menyatakan derajat keasaman atau kebasaan larutan dalam air. Sel-sel tanaman yang dikembangkan dengan teknik kultur jaringan mempunyai toleransi pH yang relatif sempit dengan titik optimal antara pH 5,0 – 6,0 (Daisy, 1994; 68). Faktor pH dalam media juga perlu mendapat perhatian khusus. pH tesebut harus diatur sedemikian rupa sehingga tidak mengganggu fungsi membran sel dan pH dari sitoplasma.
Pengaturan pH selain memperhatikan kepentingan beberapa fisiologi sel, juga harus mempertimbangkan faktor-faktor :
1. Kelarutan dari garam-garam penyusun media
2. Pengambilan ( uptake ) dari zat pengatur tumbuh dan garam – garam lain
3. Efisiensi pembekuan agar-agar.
Menurut Gamborg dan Shyluk, 1981 dalam Gunawan, 1992; 58, sel-sel tanaman membutuhkan pH yang sedikit asam berkisar antara 5,5 – 5,8. Pengaturan pH, biasa dilakukan dengan dengan menggunakan NaOH (atau kadang-kadang KOH) atau HCL pada waktu semua komponen sudah dicampurkan (Gunawan, 1992; 58).
Pustaka
Gunawan, L.W. 1992. Teknik Kultur Jaringan Tumbuhan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hendaryono, D.P.S dan A. Wijayani. 1994. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius. Jogyakarta.
Wetherell, D.F. 1982. Pengantar Propagasi Tanaman Secara In Vitro. Avery Publishing Group INC. Wayne, New Jersey.
Yusnita. 2004. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien. Agromedia Pustaka. Jakarta

Posted by Unknown on Sunday, September 6, 2009

3 comments

  1. Anonymous Says:
  2. good....

     
  3. Anonymous Says:
  4. terima kasih sudah share =)

     
  5. Unknown Says:
  6. makasih atas ilmunya.. sangat berguna.. :)

     

Post a Comment

About The Author

Visitors

Followers

Pagerank

Popular Posts