Kalus adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang membelah diri secara terus menerus. Penelitian pembentukan kalus pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh Sinnott pada tahun 1960. Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur tumbuh auksin dan sitokinin endogen (Dodds & Roberts, 1983). Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikro organisme seperti Agrobacterium tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk sebagai akibat stress (George & Sherrington, 1984). Kalus yang diakibatkan oleh hasil dari infeksi bakteri Agrobacterium tumefaciens disebut tumor.

Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan dapat memperbanyak dirinya (massa selnya) secara terus menerus.
Sel-sel penyusun kalus berupa sel parenkim yang mempunyai ikatan yang renggang dengan sel-sel lain. Dalam kultur jaringan, kalus dapat dihasilkan dari potongan organ yang telah steril, di dalam media yang mengandung auksin dan kadang-kadang juga sitokinin. Organ tersebut dapat berupa kambium vaskular, parenkhim cadangan makanan, perisikle, kotiledon, mesofil daun dan jaringan provaskular. Kalus mempunyai pertumbuhan yang abnormal dan berpotensi untuk berkembang menjadi akar, tunas dan embrioid yang nantinya akan dapat membentuk plantlet.

Beberapa kalus ada yang mengalami pembentukan lignifikasi sehingga kalus tersebut mempunyai tekstur yang keras dan kompak. Namun ada kalus yang tumbuh terpisah-pisah menjadi fragmen-fragmen yang kecil, kalus yang demikian dikenal dengan kalus remah (friable). Warna kalus dapat bermacam-macam tergantung dari jenis sumber eksplan itu diambil, seperti warna kekuning-kuningan, putih, hijau, atau kuning kejingga-jingaan. (karena adanya pigmen antosianin ini terdapat pada kalus kortek umbi wortel).
Dalam kultur kalus, kalus homogen yang tersusun atas sel-sel parenkim jarang dijumpai kecuali pada kultur sel Agave dan Rosa (Narayanaswany (1977 dalam Dodds & Roberts, 1983). Untuk memperoleh kalus yang homogen maka harus menggunakan eksplan jaringan yang mempunyai sel-sel yang seragam. Dalam pertumbuhan kalus, citodiferensiasi terjadi untuk membentuk elemen trachea, buluh tapis, sel gabus, sel sekresi dan trikoma. Kambium dan periderm sebagai contoh dari proses hitogenesis dari kultur kalus. Anyaman kecil dari pembelahan sel-sel membentuk meristemoid atau nodul vaskular yang nantinya menjadi pusat dari pembentukan tunas apikal, primordial akar atau embrioid.

Pada umumnya untuk eksplan yang mempunyai kambium tidak perlu penambahan ZPT untuk menginduksi terbentuknya kalus karena secara alamiah pada jaringan berkambium yang mengalami luka akan tumbuh kalus untuk menutupi luka yang terbuka. Namun pada kasus lain, menurut Kordan (1959 dalam Dodds & Robert, 1983) keberadaan kambium di dalam eksplan tertentu dapat menghambat pertumbuhan kalus bila tanpa penambahan zat pengatur tumbuh eksogen. Penambahan ZPT tersebut dapat satu macam atau lebih tergantung dari jenis eksplan yang digunakan. Pembelahan sel di dalam eksplan dapat terjadi tergantung dari ZPT yang digunakan, seperti auksin, sitokinin, auksin dan sitokinin, dan ekstrak senyawa organik komplek alamiah.
Berdasarkan kebutuhan akan zat pengatur tumbuh untuk membentuk kalus, jaringan tanaman digolongkan dalam 4 kelompok:
1) Jaringan tanaman yang membutuhkan hanya auksin selain gula dan garam-garam mineral untuk dapat membentuk kalus seperti umbi artichoke
2) Jaringan yang memerlukan auksin dan sitokinin selain gula dan garam-garam mineral
3) Jaringan yang tidak perlu auksin dan sitokinin, hanya gula dan garam-garam mineral seperti jaringan kambium
4) Jaringan yang membentuk hanya sitokinin, gula dan garam-garam mineral seperti parenkim dan xylem akar turnip.
Pada umumnya kemampuan pembentukkan kalus dari jaringan tergantung juga dari:
1) Umur fisiologi dari jaringan waktu diisolasi
2) Musim pada waktu bahan tanaman diisolasi
3) Bagian tanaman yang dipakai
4) Jenis tanaman.

Kalus dapat diinisiasi dari hampir semua bagian tanaman, tetapi organ yang berbeda menunjukkan kecepatan pembelahan sel yang berbeda pula. Jenis tanaman yang menghasilkan kalus, meliputi dikotil berdaun lebar, monokotil, gymnospermae, pakis dan moss. Bagian tanaman seperti embrio muda, hipokotil, kotiledon dan batang muda merupakan bagian yang mudah untuk dediferensiasi dan menghasilkan kalus.
Suatu sifat yang diamati dalam jaringan yang membentuk kalus adalah bahwa pembelahan sel tidak terjadi pada semua sel dalam jaringan asal, tetapi hanya sel di lapisan perisfer yang membelah terus menerus sedangkan sel-sel di tengah tetap quiscent. Faktor-faktor yang menyebabkan inisiasi pembelahan sel hanya terbatas di lapisan luar dari jaringan kalus, adalah:
1) Ketersediaan oksigen yang lebih tinggi
2) Keluarnya gas CO2
3) Kesediaan hara yang lebih banyak
4) Penghambat yang bersifat folatik lebih cepat menguap
5) Cahaya
Dalam mempelajari proses pembentukan kalus sebagai akibat perlakuan, empat lapisan sel yang berbeda dalam wortel yang dikultur pada berbagai media. Lapisan-lapisan sel yang berbeda terlihat jelas tiga hari setelah kultur terdiri:
1) Lapisan luar dengan sel-sel yang pecah
2) Lapisan kedua terdiri dari dua lapisan sel dorman
3) Lapisan dengan sel yang aktif membelah, terdiri dari 1-6 lapis
4) Lapisan tengah (core) yang sel-selnya tidak membelah.

Induksi kalus dalam jaringan wortel ini, disertai dengan aktifitas enzim-enzim NAD-diaphorase succinic dehydrogenase dan cytochrome oxidase yang meningkat. Kenaikan aktifitas enzim terutama dalam lapisan sel yang sedang membelah. Dalam jaringan ini juga ditemukan aktifitas asam fosfatase. Pada kultur artichoke, enzim fosfatase diditeksi pada permukaan sel-sel yang tidak membelah. Menurut hipotesa Yeoman pada tahun 1970, asam fosfatase berhubungan dengan sel rusak dan enzim ini adalah index autolysis sel. Pada sel yang rusak tapi tidak pecah di lapisan perisfer, terjadi autolisis dan sel-sel yang rusak tersebut mengeluarkan persenyawaan yang dapat memacu pembelahan sel di lapisan berikutnya.
Eksplan batang, akar dan daun menghasilkan kalus yang heterogen dengan berbagai macam sel. Kadang-kadang jaringan yang kelihatannya seragam histologinya, ternyata menghasilkan kalus dengan sel yang mempunyai DNA yang berbeda yang mencerminkan level ploidi yang berbeda. Begitupun pada kultur akar kalus yang dihasilkan dapat berupa campuran sel dengan tingkat ploidi yang berbeda.

Sel-sel yang heterogen dari jaringan yang komplek menunjukkan pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengubah komposisi media, terjadi seleksi sel-sel yang mempunyai sifat khusus. Hal ini berarti bahwa media tumbuh menentukan komposisi kalus. Sel yang jumlahnya paling banyak merupakan sel-sel yang paling cepat membelah dan sel yang paling sedikit adalah sel yang paling lambat pertumbuhannya. Media seleksi dapat berdasarkan unsur-unsur hara atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan ke dalam media.
Sel heterogen berasal dari materi asal yang heterogen pula, atau dapat terjadi karena massa kultur yang panjang melalui sub kultur yang berkali-kali. Perubahan yang terjadi dapat merupakan:
1) Aberasi kromosom
2) endo-reduplikasi yang menghasilkan poloploidi
3) Amplifikasi gen, jumlah gen untuk suatu sifat tertentu per genome haploid bertambah
4) Hilangnya suatu gen (deletion)
5) Mutasi gen
6) Transposisi urutan DNA (DNA sequences transposition).

Kecepatan perubahan-perubahan dalam kromosom ini, tergantung juga dari macam media yang digunakan, serta jenis tanamannya. Ketidakstabilan kromosom ini menyulitkan aplikasi kultur kalus untuk perbanyakan maupun untuk produksi bahan-bahan/persenyawaan sekunder. Sebaliknya ketidak-stabilan tersebut dapat dipergunakan dalam seleksi dan pemuliaan invitro, untuk memperoleh sifat-sifat baru yang menguntungkan seperti resistensi terhadap penyakit, hilangnya morfologi yang memang tidak diinginkan seperti duri atau warna pada bunga.
Kalus yang tumbuh secara invivo pada batang tanaman biasanya disebut dengan tumor, ciri-ciri tumor adalah sebagai berikut:
1) Terjadi penyakit yang infeksinya melalui luka (Crown gall disease)
2) Jaringan tumor yang terjadi dapat tumbuh terus, walaupun penyebabnya yang berupa bakteri Agrobacterium tumefacien telah dihilangkan
3) Tumor ini bila ditumbuhkan pada media buatan tidak memerlukan auksin maupun sitokinin. Ketidaktergantungan jaringan tanaman untuk tumbuh dan terus membelah disebut habituation.

Massa kultur yang ditumbuhkan terlalu lama dalam media yang tetap, akan menyebabkan terjadinya kehabisan hara dan air. Kehabisan hara dan air dapat terjadi karena selain terhisap untuk pertumbuhan juga karena media menguapkan air dari masa ke masa. Kalus tersebut kecuali kehabisan unsur hara, kalus juga mengeluarkan persenyawaan-persenyawaan hasil metabolisme yang menghambat pertumbuhan kalus itu sendiri. Untuk menjaga kehidupan dan perbanyakan yang berkesinambungan, kalus yang dihasilkan perlu disubkulturkan.
Street (1969 dalam Dodds & Robert 1983) menyarankan massa sel yang dipindahkan pada subkultur harus cukup banyak antara 5-10 mm atau seberat 20-100 mg, supaya ada pertumbuhan yang cepat dalam media baru. Subkultur sebaiknya dilakukan 28 hari sekali (4-6 minggu sekali). Namun waktu yang tepat untuk memindahkan kultur, tergantung dari kecepatan pertumbuhan kalus. Massa kalus ada 2 macam yaitu massa yang remah (friable) dan kompak. Bila massa kalus remah maka pemindahan kalus cukup dilakukan dengan menyendok kalus dengan spatula atau skapel langsung disubkultur ke media baru. Namun bila kalus kompak mesti dipindah ke petridish steril untuk dipotong-potong dengan skapel baru disubkultur ke media baru. Kalus yang sudah mengalami nekrosis (pencoklatan) sebaiknya tidak ikut disubkultur karena tidak akan tumbuh dengan baik.

Read More
Posted by Unknown on Saturday, August 15, 2009

KAMI TUMBUH DAN KAMI BERSAMA DISITULAH KAMI MENJADI BISA....

Kultur jaringan tanaman 5 adalah salah satu proram study di VEDCA joint program Politeknik Negeri Jember. Kegiatan perkuliahan yang saya jalani selama ini sangat menambah pengalaman baik di bidang perkuliahan dan praktek di kampus maupun paraktek di lapangan. Saya masuk Vedca-Polije pada ahun 2006. Angkatan saya adalah angkatan pertama untuk Program Diploma 4.
Pada tahun ke-2, kegiatan perkuliahan dialihkan ke program praktek kerja lapang selama satu tahun penuh, dari bulan September 2006 sampai september 2007. Tempat kegiatan PKL disebar di seluruh perusahaan swasta maupun balai-balai pertanian dan bioteknologi milik pemerintah di seluruh Indonesia. Dalam satu tahun, kegiatan PKL dilaksanakan di tiga tempat berbeda-beda. Jadi menurut saya kegiatan ini adalah kegiatan yang belajar yang fun sekali, dimana kita tidak ditempatkan dalam satu tempat selama satu tahun, akan tetapi ditempatkan di tiga empat berbeda.
Saya melaksanakan kegiatan PKL di Balai Penelitian Tanaman Hias Segunung, Balai Besar Penelitian dan Pemuliaan Tanaman Hutan Yogyakarta, dan terakhir di Perusahaan Nurseri Anggrek Handoyo Budi Orchids, Malang.
Bagitu banyak pengalaman yang saya dapatkan selama satu tahun itu.

Selain kegiatan PKL, pada tahun ke-3, keiatan perkuliahan pindah ke Politeknik Negeri Jember dan sampai searang saya masih melaksanakan kegiatan perkuliahan ini. Politeknik Negeri Jember atau yang lebih dikenal dengan sebutan POIJE, merupakan politeknik berbasis pertanian. Kegiatan perkuliahan akan selesai pada sekitar bulan September 2010. Semoga semuanya berjalan sesuai yang diharapkan...

Berikut adalah dokumentasi anak-anak kultur jaringan tanaman angkatan 5.
PPPPTK Pertanian (VEDCA) CIANJUR, tempat aku dilahirkan..hehehehehe















Lg Break Parktek (Lidia, Juita, Ria, Yuni, Titin), lg pada narsis....
















Kurang Kerjaaan (Wayan, Eko, Kakah, saya sendiri Sepdian.
















Woi, ada apaan di atas uy....si wayan lg manjat poon kelapa.
kayak Monyet.....
















si irpan tangannya kejepit laminar,,,kasihan




















Irpan mirip gurunya Doraemon...hahahaha

eko punya tanduk..

Btw,,, Pak, Kamto kemana yaaaa,,,,blm dateng-dateng









sSSSSSStTTT, ada yang lagi belajar gila.....



















Waktu di Jepang....

tpi, ga jadi..hiks















Andi,fans berat Andika Kangen Band...apapun itu, pokoknya dia harus semirip mungkin dengan Andika,,itu prinsipnya...

orang yang aneh...##**81@3$










wAYAaaaaaannnnn, ada apa di belakang muuuuuuuu.....hiiiiiiiiiii sereeeeeemmmmm...

wayan : itu pacarku...

















Jangan sakiti..dirikuuuu
















Ria eber, Juju juminten, uni-ni peot, anti septic-tank, tin-tin ton-ton, lidya nonttong TV, abunawas masih muda












so imut lo cin,,,mat jangan lebar-lebar awas tai kebo masuk....














wooooiii tolong-tolong, keiket tali LCD...uwkh ga bisa napas..

cin, lu betah di ketek Gw???hahahah













Ini, foto babenya wayan....tahun 60-an...jadul banget yak????

mirip banget sama wayan....





















Kah, jorok lu ngupil mulu......
















lg di Kebun Raya Bogor,,,
















Titing, kiapa ngana utiii????













dengan ibu Etty, bu Ludya dan pak Sukamto..mau berangkat ke Bogor













Di kampus baru POLIJE Jember
kah, bibir lo, habis ciuman sama kereta yaaa.

..











woy, liat apaaaan tuwh...

titin kayak doraemon, mukanya..hahahahahaha












Kunjungan di BALITJESTRO, BATU MALANG.














orang belum siap difoto udah difoto,,,



















Mau liat bibir habis di tampol kuda>\??????###888**86%70

yun kalo mau korek kuping, jangan pake tangan yaaa...ga baik itu...

Read More
Posted by Unknown on Friday, August 7, 2009
5 comments
categories: | | edit post

VEDCA CIANJUR


Vocational Education Development Center For Agriculture (VEDCA) merupakan unit pelaksana teknis di lingkungan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependididkan, Departemen Pendidikan Nasional yang pendiriannya mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia Nomor : 08 tahun 2007 tentang organisasi dan tata kerja Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan, secara resmi mulai beroperasi pada tanggal 13 Februari 2007. VEDCA memiliki tugas melaksanakan pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan di bidang pertanian dan mempunyai fungsi, yakni :
  1. Penyusunan program pengembangan dan pemberdayaan pendidik dan tenaga kependidikan
  2. Pengelolaan data dan informasi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
  3. Fasilitasi dan pelaksanaan peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
  4. Evaluasi program dan fasilitasi peningkatan kompetensi pendidik dan tenaga kependidikan
  5. Pelaksanaan urusan administrasi PPPPTK

Visi:
Meraih kualitas hidup yang lebih baik dan menjemput kemakmuran bumi, melalui pembentukan insan profesional


Misi:
  1. Menyelenggarakan layanan fasilitasi terstandar
  2. Melakukan pengkajian, pengembangan dan pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan dalam perannya sebagai fungsi think tank
  3. Melakukan penjaminan mutu fasilitasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan
  4. Memberdayakan asosiasi Pendidik dan Tenaga Kependiidkan, dan pusat pembelajaran masyarakat
  5. Memfasilitasi pemenuhan kualifikasi Pendidik dan Tenaga Kependidikan

"VEDCA" - VERSATILE, DEDICATED, AND CARE adalah semboyan kami dalam mengembangkan sistem agribisnis melalui pemberdayaan SDM dan produksi hasil-hasil pertanian. Kebijakan Mutu kami adalah:

VISIONARY INOVATION,
EXCELLENT SERVICE,
DYNAMIC METHODOLOGY,
CREATIVE TRAINING and CONSULTANCY,
ACTIVE IN AGRICULTURE PRODUCT, AGROINDUSTRY PRODUCTION, AND ORGANIC FARMING

Saat ini, VEDCA merupakan lembaga di lingkungan Departemen Pendidikan Nasional yang bertanggung jawab secara teknis dalam pengembangan dan pemberdayaan mutu pendidik dan tenaga kependidikan. Lingkup layanan dan produk yang dihasilkan dari pelaksanaan kegiatannya, terutama meliputi hal-hal yang berkaitan dengan fasilitasi pendidikan kejuruan, layanan jasa konsultansi serta produk-produk yang berhubungan dengan aspek teknis pada sub-sektor pertanian tanaman hortikultura, pangan, perkebunan dan kehutanan, perbenihan tanaman, sub-sektor peternakan, sub-sektor perikanan dan kelautan, sub-sektor pengolahan hasil pertanian, alat mesin pertanian, pertanian organik dan aspek-aspek ekonomi dalam agribisnis.

Beberapa aktivitas yang telah dilaksanakan antara lain berupa:
  1. pengembangan kurikulum bagi sekolah kejuruan pertanian;
  2. pengembangan bahan ajar/bahan latihan yang diperlukan dalam pendidikan dan latihan kejuruan pertanian;
  3. pengembangan program dan asistensi peningkatan mutu sekolah kejuruan pertanian;
  4. pelatihan manajerial bagi para pengelola sekolah menengah kejuruan;
  5. pelatihan kependidikan dan kejuruan bagi para pengelola dan pelaksana sekolah menengah kejuruan pertanian;
  6. pendidikan dan pelatihan agribisnis bagi masyarakat umum dan departemen lainnya diluar Departemen Pendidikan Nasional;
  7. produksi berbagai hasil pertanian (tanaman, ternak, ikan) dan hasil olahnya;
  8. pengembangan/inovasi teknologi kependidikan dan latihan serta hal-hal yang berkaitan dengan sektor pertanian; dan
  9. pelaksanaan pendidikan Diploma (DIII-IV) bidang Kultur Jaringan, Teknologi Benih, Agribisnis Ruminansia, Budidaya Perairan, Perikanan Tangkap, Pengawasan Mutu Agroindustri, Rancang Bangun Alat Mesin Pertanian, Teknologi Herbal, Manajemen Kelapa sawit, Manajemen Logistik, Teknologi Pabrikasi Kelapa Sawit, Manajemen Ulat Sutra.

Mengingat bahwa pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dan latihan kejuruan pertanian tidak dapat lepas dari keterkaitannya dengan dunia kerja sektor pertanian, maka VEDCA tidak hanya melayani dan berhubungan/bekerja sama dengan lembaga pelaksana pendidikan menengah kejuruan pertanian, namun juga melayani dan berhubungan/bekerja sama dengan masyarakat umum (industri, pengusaha, petani, dan peminat bidang pertanian) secara langsung.

Read More
Posted by Unknown on Thursday, August 6, 2009
2 comments
categories: | | edit post

BALAI PENELITIAN TANAMAN HIAS SEGUNUNG, CIANJUR
Jl. Raya Ciherang Segunung Pacet Cianjur, Telp. 0263-517056, 514138 Fax. 0263-514138 Email : balithi@litbang.deptan.go.id



Praktek Kerja Lapang pertama dilaksanakan di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi), dari tanggal 1 November 2007 s/d 11 Januari 2008. Balai ini adalah salah satu instansi dibawah Departemen Pertanian yang melakukan riset dan pengembangan terhadap tanaman hias khusuanya tanaman hias yang berada di Indonesia.
Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) berlokasi di Segunung Desa Ciherang, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, berjarak ± 15 km dari kota Cianjur dan 3 km dari Cipanas dan berada sekitar 600 m dari jalur provinsi yang menghubungkan Bogor dan Cianjur. Kecamatan Pacet dikenal sebagai salah satu sentra produksi tanaman hias di Jawa Barat.

Dokumentasi foto kegiatan magang yang dilakukan adalah sebagai berikut:


(Sepdianluri@yahoo.com)

Read More
Posted by Unknown on

HANDOYO BUDI ORCHIDS MALANG
Jl. Bondowoso no. 9A Malang


Praktek Kerja Lapang tahap ketiga ini dilaksanakan di Laboratorium Pembibitan dan Pengembangan Anggrek Handoyo Budi Orchids Malang mulai tanggal 1 Mei sampai tanggal 1 Agustus 2008. Perusahaan yang didirikan oleh Ir. Budi Sugiarto ini bergerak dibidang pembibitan dan produksi tanaman anggrek di Jawa Timur. Perusahaan ini telah menghasilkan ribuan bibit anggrek berkualitas dengan perbanyakan anggrek secara vegetatif dan generatif, secara khusus bibit anggrek dalam botol. Handoyo Budi Orchids yang terletak di Jl. Bondowoso no. 9A Malang, terdapat laboratorium dan showroom tempat transaksi jual beli anggrek. Kebun HBO terletak di Jl. Raya Telasih, Desa Ngijo, Karang Ploso, yang berada di ketinggian 600 m dpl dengan luas sekitar 1400 m2 bersuhu rata-rata harian dalam satu bulan sekitar 22o C, dengan kelembaban sekitar 73%, berfungsi sebagai tempat pembesaran dan produksi tanaman anggrek.

Dokumentasi foto selama kegiatan PKL sebagai berikut:






(Sepdeeanluri@yahoo.com)

Read More
Posted by Unknown on

Jl. Palagan Tentara Pelajar KM 15 Purwobinangun, Pakem, Sleman, Yagyakarta, 55582,

Phone 0274-895954, Fax 0274-896080,

E-mail : breeding@biotifor.or.id




Praktek Kerja Lapang tahap kedua di laksanakan di Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliaan Tanaman Hutan (BBPBPTH) Jogjakarta. Balai ini adalah salah satu dari dua Balai Besar Litbang Kehutanan, Departemen Kehutanan yang terbentuk berdasarkan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P. 38/ Menhut-II/2006 tanggal 2 Juni 2006. Dalam lingkup BBPBPTH ini terdapat tiga Kelompok Peneliti (Kelti), yaitu Kelti Pemuliaan Tanaman Hutan, Kelti Konservasi Genetik Tanaman Hutan dan Kelti Bioteknologi Tanaman Hutan. Sesuai dengan materi PKL yaitu tentang kultur jaringan tanaman, maka seluruh kegiatan dilaksanakan di laboratorium kultur jaringan yang berlokasi di Kaliurang. Laboratorium kultur jaringan merupakan bagian dari Kelti Bioteknologi Tanaman Hutan. Di laboratorium ini juga sedang dilakukannya riset dan pengembangan terhadap berbagai tanaman kayu atau tanaman hutan khususnya tanaman hutan yang berada di Indonesia seperti Cendana, Suren, Ulin, Eucalyptus, Acasia Mangium, Kayu putih, Araukaria, Pulai, Sukun, Jati dll. Namun sekarang di laboratorium kultur jaringan BBPBPTH Jogjakarta ini, telah melakukan penelitian awal tentang kultur jaringan tanaman sengon dan bambu. Dalam praktek kerja lapang yang akan dilaksanakan, cakupan kegiatannya adalah tentang kultur jaringan tanaman sengon (Paraserianthes falcataria). Mulai dari tahap penyiapan sember eksplan, inisiasi, subkultur, dan aklimatisasi.

Dokumentasi foto kegiatan PKL adalah sebagai berikut:




(Sepdeeanluri@yahoo.com)

Read More
Posted by Unknown on

1. Produksi tanaman dari tunas-tunas aksilar

Produksi tanaman dengan merangsang terbentuknya tunas-tunas aksilar merupakan teknik mikropropagasi yang paling umum dilakukan. Ada 2 (dua) metode produksi tunas aksilar yang dilakukan yaitu: kultur pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture) dan kultur mata tunas (satu mata tunas: single-node culture; lebih dari satu mata tunas: multiple-node culture). Kedua teknik kultur ini berdasarkan pada prinsip perangsangan terbentuknya atau munculnya tunas-tunas samping dengan cara mematahkan dominasi apikal dari meristem apikal.

2. Kultur pucuk (shoot culture atau shoot-tip culture)
Kultur Pucuk (Shoot culture) adalah teknik mikropropagasi yang dilakukan dengan cara mengkulturkan eksplan yang mengandung meristem pucuk (apikal dan lateral) dengan tujuan perangsangan dan perbanyakan tunas-tunas/cabang-cabang aksilar. Tunas-tunas aksilar tersebut selanjutnya diperbanyak melalui prosedur yang sama seperti eksplan awalnya dan selanjutnya diakarkan dan ditumbuhkan dalam kondisi invivo.

Istilah yang digunakan untuk teknik kultur pucuk ini tergantung dari eksplan yang digunakan. Jika eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk-pucuk apikal (panjang ± 20 mm) saja maka tekniknya disebut sebagai shoot-tip culture, namun bila eksplan yang digunakan adalah ujung pucuk apikal beserta bagian tunas lain dibawahnya disebut sebagai shoot culture. Besar kecilnya eksplan yang digunakan mempengaruhi keberhasilan kultur pucuk. Semakin kecil eksplan, semakin kecil kemungkinannya untuk terkontaminasi oleh mikroorganisme namun semakin kecil juga kemampuannya untuk beregenerasi dan memperbanyak diri. Sebaliknya, semakin besar eksplan yang digunakan maka semakin besar kemampuannya untuk beradaptasi dalam kondisi invitro, namun makin besar juga kemungkinannya untuk terkontaminasi, makin banyak kebutuhannya akan media dan makin besar wadah/botol kultur yang diperlukan. Oleh karena itu perlu diketahui ukuran eksplan yang sesuai untuk masing-masing varietas dan spesies tanaman.
Pertumbuhan pucuk, inisiasi dan perbanyakan tunas aksilar yang dihasilkan umumnya dirangsang dengan cara menambahkan hormon pertumbuhan (umumnya sitokinin) ke dalam media pertumbuhannya. Perlakuan ini dapat merangsang pertumbuhan tunas samping dan mematahkan dominasi apikal dari pucuk yang dikulturkan. Selain itu, dominasi apikal juga dapat dihilangkan dengan perlakuan-perlakuan lain misalnya pemangkasan daun-daun yang terdapat pada buku-buku tunas atau meletakkan eskpan dalam posisi horisontal. Tunas-tunas aksilar yang dihasilkan selanjutnya digunakan sebagai stek miniatur bagi proses perbanyakan berikutnya. Dengan teknik ini dan disertai dengan sub kultur dapat diperoleh banyak sekali plantet dari satu eksplan. Dengan membatasi jumlah sub kultur sampai maksimal 8–10 kali dapat diperoleh klon tanaman yang true-to-type. Teknik ini telah digunakan secara luas untuk perbanyakan tanaman termasuk tanaman hortikultura seperti pisang, asparagus, anggrek Cymbidium, dll.

3. Kultur mata tunas/single-node atau multiple-node culture (invitro layering)
Kultur mata tunas ini merupakan salah satu teknik invitro yang digunakan untuk perbanyakan tanaman dengan merangsang munculnya tunas-tunas aksilar dari mata tunas yang dikulturkan. Seperti halnya kultur pucuk, eksplan yang digunakan dalam kultur mata tunas dapat berasal dari tunas lateral, tunas samping atau bagian dari batang yang mengandung satu atau lebih mata tunas (mengandung satu atau lebih buku). Dikenal dua teknik kultur mata tunas yaitu eksplan yang mengandung mata tunas lebih dari satu ditanam secara horisontal di atas medium padat (teknik invitro layering) atau (2) tiap buku yang mengandung satu mata tunas dipotong-potong dan ditanam secara terpisah dalam tiap-tiap botol kultur.

Seperti halnya teknik kultur pucuk, pertumbuhan tunas-tunas aksilar juga berdasarkan pada prinsip pematahan dominasi apikal. Oleh karena itu, pertumbuhan tunas-tunas aksilar ini terjadi jika eksplan (mata tunas) ditanam pada media yang mengandung sitokinin dalam konsentrasi cukup tinggi sehingga sitokinin ini dapat menghentikan dominasi pucuk apikal dan menyebabkan berkembangnya tunas-tunas aksilar. Tunas aksilar yang terbentuk selanjutnya dipisah-pisahkan dan dapat langsung ditanam pada media pengakaran sehingga diperoleh tanaman baru yang sempurna atau digunakan kembali sebagai bahan tanam untuk perbanyakan selanjutnya. Tunas-tunas tersebut selanjutnya diakarkan, diaklimatisasi dan selanjutnya ditanam di lapangan. Teknik ini telah lama dan banyak dipergunakan untuk perbanyakan tanaman hortikultura seperti kentang, asparagus, melon, semangka, anggrek, dan banyak lagi lainnya.

4. Induksi pembentukan tunas dari meristem bunga
Meristem bunga dapat juga dirangsang untuk membentuk tunas-tunas vegetatif dalam kondisi invitro. Eksplan yang digunakan adalah inflorescence bunga yang belum matang (immature inflorescences) yaitu yang belum membentuk organ-organ kelamin jantan dan betinanya. Penggunaan infloresence yang telah dewasa akan menghasilkan pembentukan organ bunga bukan kuncup vegetatif. Beberapa contoh tanaman hortikultura yang diperbanyak dengan teknik ini adalah brokoli, kol bunga, krisan dan sugar beat.

5. Inisiasi langsung tunas adventif
Tunas adventif adalah tunas yang terbentuk dari eksplan pada bagian yang bukan merupakan tempat asal terbentuknya (bukan dari mata tunas atau buku). Tunas-tunas adventif ini dapat terbentuk langsung dari eksplan tanpa melalui proses terbentuknya kalus terlebih dahulu. Teknik ini merupakan salah satu teknik mikropropagasi yang juga banyak dilakukan dan dapat menghasilkan plantlet dalam jumlah jauh lebih banyak dari teknik terdahulu (pembentukan tunas aksilar). Proses pembentukan tunas adventif langsung dari jaringan eksplan seperti akar, pucuk dan bunga disebut organogenesis.

Terjadinya organogenesis dipacu oleh adanya komponen-komponen seperti medium, komponen endogen selama eksplan mulai dikulturkan, dan senyawa-senyawa yang terbawa selama inisiasi eskplan. Selain itu organogenesis dipacu juga oleh keberadaan zat pengatur tumbuh eksogen di dalam medium. Tunas dan akar terbentuk pada beberapa lapis sel tipis pada eksplan beberapa spesies oleh adanya perbedaan konsentrasi antara auksin dan sitokinin. Inisiasi akar dapat dipacu dengan penambahan NAA dan zeatin dan pembentukan tunas dipacu dengan penambahan sitokinin seperti zeatin atau benzylaminopurine tanpa penambahan auksin. Pada beberapa spesies organogenesis terbentuk pada lapisan epidermal selama kultur invitro, misalnya pada tanaman Begonia rex (Dodds dan Robert, 1983).

Menurut Torrey (1966 dalam Dodds dan Roberts, 1983) membuat hipotesis bahwa organogenesis dari kalus diinisiasi dengan pembentukan kluster sel-sel meristem (meristemoid) mampu merespon pada faktor-faktor dalam jaringan untuk memproduksi primordium. Inisiasi pembentukan akar, tunas dan embrioid juga dipengaruhi oleh faktor-faktor internal alamiah.

Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap rhizogenesis termasuk auksin, karbohidrat, pencahayaan, dan fotoperiode. Pada beberapa kultur jaringan auksin memacu pembentukan akar, sedangkan adanya auksin eksogen dapat menghambatnya dan rhizogenesis dapat distimulasi oleh anti-auksin.

Keberhasilan pembentukan tunas adventif secara langsung ini sangat tergantung pada bagian tanaman yang digunakan sebagai eksplan serta sangat dipengaruhi oleh spesies atau varietas tanaman asal eskplan tersebut. Pada tanaman yang responsif, hampir semua bagian tanaman (daun, akar, batang, meristem, dll.) dapat dirangsang membentuk organ adventif, namun pada tanaman lainnya tunas adventif ini hanya dapat terbentuk pada bagian-bagian tanaman tertentu saja seperti umbi lapis, embryo atau kecambah.

Seperti halnya teknik mikropropagasi lainnya, tunas adventif secara langsung ini terbentuk melalui serangkaian tahap mulai inisiasi (Tahap 1). Setelah eksplan berada pada kondisi aseptis dan tunas mulai tumbuh, eksplan dapat langsung disubkulturkan ke media perbanyakan (atau media yang sama dengan inisiasi: tergantung varietas) untuk memperbanyak tunas-tunas adventif dari mata tunas adventif yang telah terbentuk pada tahap sebelumnya.
Tunas-tunas tersebut selanjutnya dipisahkan, diakarkan dan diaklimatisasi untuk memproduksi tanaman lengkap dan utuh yang dapat tumbuh dalam keadaan alamiah.
Teknik ini telah banyak digunakan secara komersial untuk perbanyakan tanaman-tanaman hortikultura khususnya tanaman-tanaman hias. Contoh tanaman hias yang diperbanyak dengan teknik ini adalah tanaman-tanaman keluarga Gesneriaceae, seperti Achimenes, Saitpaulia, Sinningia dan Streptocarpus. Pada tanaman-tanaman tersebut, tunas langsung terbentuk dari eksplan daun tanpa pembentukan kalus terlebih dahulu.

6. Somatic embryogenesis langsung
Embrio aseksual atau embrio somatik (somatic embryo) adalah embrio yang terbentuk bukan dari penyatuan sel-sel gamet jantan dan betina atau dengan kata lain embrio yang terbentuk dari jaringan vegetatif/somatik. Embrio ini dapat terbentuk dari jaringan tanaman yang dikulturkan tanpa melalui proses yang dikenal dengan nama somatic embryogenesis. Jika proses ini terbentuk langsung pada eksplan tanpa melalui proses pembentukan kalus terlebih dahulu, maka prosesnya disebut somatic embryogenesis langsung (direct somatic embryogenesis).

Beberapa jenis tanaman hortikultura (misalnya jeruk) dapat secara alamiah membentuk embryo aseksual ini. Dalam kondisi alamiah, embrio aseksual ini terdapat terutama pada tanaman-tanaman yang bisa menghasilkan lebih dari satu embryo pada bijinya misalnya pada jeruk, atau tanaman yang menghasilkan biji-biji vegetatif (apomixis) misalnya pada manggis. Selain itu, embrio aseksual ini dapat juga terbentuk dari jaringan-jaringan tanaman seperti ovule, jaringan nukleus (nucellar embryoni), jaringan integumun pada ovule (misalnya pada pepaya), jaringan pembungkus biji/mesocaps pada wortel. Tanaman-tanaman tersebut dapat juga membentuk embrio aseksual ini secara invitro.


Dalam kondisis invitro, embrio aseksual ini dapat terbentuk secara langsung dari eksplan-eskplan embrio (seksual/zygotic) dari golongan monokotil dan dikotil, dari kecambah muda (hipocotyl dan cotyledon), dan bagian eksplan juvenil lainnya. Embrio aseksual ini dapat digunakan sebagai salah satu cara perbanyakan tanaman secara invitro. Embrio yang telah terbentuk dapat dimultiplikasi, selanjutnya melalui beberapa proses perkembangan sampai masak dan dapat berkecambah membentuk tanaman utuh. Tanaman ini selanjutnya diaklimatisasi dan ditanam pada kondisi alamiahnya. Teknik ini digunakan untuk perbanyakan beberapa tanaman hortikultura terutama anggrek dimana embrio aseksual (berupa protocorm like body, plb) terbentuk dari dari meristem, daun, dll.

7. Pembentukan organ penyimpan cadangan makanan mikro
Beberapa jenis tanaman dapat dikembangbiakan secara vegetatif dengan menggunakan organ penyimpanan seperti tuber, rhizome, bulbus, dll. Organ-organ penyimpanan ini juga bisa dihasilkan pada tanaman-tanaman yang memang secara alamiah memproduksi organ penyimpanan tersebut. Teknik untuk mendapatkan organ penyimpanan ini sangat bervariasi tergantung pada jenis jaringan yang dikulturkan. Organ penyimpanan mikro ini dapat digunakan sebagai bibit untuk penanaman langsung di lapangan atau ditanam untuk produksi umbi-umbi bibit. Beberapa jenis organ penyimpanan mikro yang telah dikembangkan adalah pembentukan umbi lapis mikro (bulbil) pada amarylis dan lili paris, pembentukan corm mikro (cormlet) pada gladiol, pembentukan protocorm pada anggrek dan pembentukan tuber mikro (tuberlet) pada kentang.

a. Umbi lapis mikro (bulbil) dan corm mikro (cormlet)
Umbi lapis mikro (bulbil/bulblet) dan kormus mikro (cormlet) dapat dirangsang untuk terbentuk secara invitro pada spesies-spesies tanaman yang secara alamiah dapat membentuk bulbus dan corm. Bulbil dapat terbentuk langsung pada kuncup/tunas aksilar dan dapat pula terbentuk pada tunas adventif yang terbentuk dari eksplan daun, ovary, inflorescence, dan diantara lapisan-lapisan daun bulbus.

Dominasi tunas-tunas apikal seringkali menghambat terbentuknya tunas-tunas adventif pada potongan eksplan bulbus. Subkultur potongan bulbus tersebut dapat merangsang terbentuknya bulbil atau terbentuknya tunas-tunas adventif dimana bulbil nantinya dapat terbentuk. Propagul yang dihasilkan dan diaklimatisasi dapat berupa plantlet, plantlet yang mengandung bulbil atau dorman bulbil. Contoh tanaman yang menghaslkan bulblet adalah lili, dan bawang-bawangan.

Beberapa jenis tanaman monokotil lainnya dapat memproduksi organ penyimpanan mikro pada dasar batangnya (corm), seperti pada gladiol. Cormlet pada gladiol dapat terbentuk langsung pada jaringan eksplan, pada kalus, atau pada plantlet yang telah berakar namun masih dalam botol kultur setelah daun-daunnya mengalami senescence. Cormlet yang dihasilkan secara invitro ini dapat digunakan langsung sebagai bibit di lapangan atau digunakan sebagai eksplan untuk kultur berikutnya.








Gambar 2. Bulblet dan Plantlet pada Kultur Invitro Lili dari Potongan
Umbi Krek Lili

b. Tuber mikro (tuberlet) pada kentang
Tanaman-tanaman yang secara alamiah dapat memproduksi tuber dapat juga memproduksi tuber mikro (tuberlet) secara invitro dalam lingkungan kultur yang sesuai. Dalam kultur invitro tuberlet ini dapat terbentuk langsung pada batang plantlet dan tuber muncul pada tunas-tunas aksilar sepanjang tunasnya. Tuber ini biasanya terbentuk pada batang plantlet yang ditanam dalam media yang mengandung sitokinin pada konsentrasi tinggi. Tuber ini biasanya lebih mudah terbentuk pada kondisi gelap dibandingkan dengan penanamannya dalam kondisi terang. Tuber mikro yang dihasilkan secara invitro ini dapat langsung digunakan sebagai bibit di lapangan dan dapat memproduksi tanaman kentang yang normal. Selain itu, tuberlet ini juga dapat digunakan sebagai bahan tanam dasar untuk produksi umbi bibit kentang berkualitas.






Gambar 3. Pembentukan Tuber Kentang Mikro yang Diperoleh dari Kultur Pucuk Umur 10 minggu Setelah Inisiasi, skala bar = 10 mm (Sumber: Trigiano & Gray, 2000)
(Sepdianluri@yahoo.com)

Read More
Posted by Unknown on

About The Author

Visitors

Followers

Pagerank

Popular Posts